Adem Angin Dalu ; Pertama Kalinya.

RINTAN
4 min readApr 9, 2023

--

“Mah? Nata teko dolan, Mah!”

Suara Kala memanggil ibunya ketika ia dan Nata sudah sampai rumah. Ya, Kala tinggal di sebuah rumah kokoh yang tak begitu jauh dari lokasinya menempuh pendidikan tinggi. Keluarga yang masih lengkap, namun sang Ayah sedang berdinas di luar kota, begitu kata Kala ketika ditanya.

“Eeehh?? Dek Nata! Haloo, Sayang!” ciuman pipi kanan dan kiri selaras dengan ucapan. Saras, itu nama wanita yang tengah menjamu kedatangan Nata sebahagia mendapat kiloan emas di depan mata.

Meski hubungan baru seumur jagung, Nata merasa telah bertahun-tahun bersama Kala. Sambutan luar biasa selalu ia dapatkan di rumah ini, baik dari Kala sendiri atau pun orang tua laki-laki itu.

Saras tidak jauh berbeda dengan ibunya, sebab dari itu Nata selalu ingin kembali dan kembali lagi ke rumah Kala. Bukan karena dia terlalu bucin dengan anaknya Saras.

“Mas Kala … ayo, kae diajak maem sek Dek Nata-ne. Mas wes maem urung? Mumpung Mamah wes masak okeh kae. Ayo, Dek!”

Kadang Kala sendiri juga heran mengapa ibunya ini sudah begitu akrab dengan sang pacar walau bertemu saja baru beberapa kali. Sampai-sampai ia merasa harus membawa Nata bersamanya dibanding ia biarkan terlalu lama bersama Saras. Takut-takut nanti Nata jadi sungkan.

Mas dan Adek adalah nama panggilan yang dibuat mamahnya. Kala saja tidak pernah memanggil Nata dengan sebutan itu, dari mana ide itu berasal?

Tapi selama Nata tidak protes, mungkin Kala akan membiarkan saja. Dek Nata, terdengar bagus juga di telinganya.

“Mas Kala … bentar to. Nata arep ngambil sayur itu, lho. Ne nguyel-uyel mengko ndisik,” protes Saras ketika melihat putranya sibuk memberi Nata love language physical touch. Memang, buah jatuh tak jauh dari pohonnya, batin Nata menerima. Dia sudah mulai terbiasa.

“Yo, ben og. Wong Nata nggak marah. Yo, Nat, yoo?!” sanggah Kala pada ibunya.

Nata yang tidak bisa membela keduanya hanya tersenyum kikuk. Lucu, kalau kata Kala. Laki-laki itu. Kapan, sih, dia pernah absen memuji pacarnya lucu?

Helaan napas terdengar dari Kala yang tengah bersandar pada sofa ruang tamu. Laki-laki itu sedang mengerjakan tugas dari dosen tercinta, meski Nata ada di sampingnya, ia tidak akan melirik gadis itu.

Sebab itu Nata sedang merasa bosan. Sejak tadi yang bisa ia lakukan hanya bermain ponsel atau bermain dengan Moli—kucing gemas piaraan Saras.

Nata tidak akan mengganggu Kala, tapi tak lama kemudian si laki-laki merasa ada yang datang mendekat bersama hewan berbulu berkaki empat itu. Nata menggendong Moli dan mendekat ke Kala dengan cara natural.

Seperti medan magnet, Nata berhasil membuyarkan fokus Kala. Laki-laki itu memilih untuk merangkul pundak si gadis dibanding memijat papan tik di depannya. Tentu dengan Moli sebagai modus utama.

“Biasane Moli bakal ribut dewe sama orang baru. Tapi opo iki? Ngerti wae sek ayu sek endi,” oceh Kala ke Moli.

Nata yang secara tidak langsung sedang dipuji oleh Kala, kini sedikit tersipu. Gadis itu tidak bisa dipuji barang sepele ini.

Semua akan tidak terlihat sepele jika Kala yang melakukannya, begitu cara kerja otak si gadis.

“… Mas,” panggil Nata acak.

“Hm? Kenapa?” balas Kala yang kini juga menengok pada gadisnya.

“… Enggak. Hehe, nggak jadi.”

“Pie to? Opo?”

“Oraa. Nggak jadi, nggak jadi!”

Kala memandang lurus gadis di rangkulan hingga si gadis membalas tatapannya. Senyuman lugu kesukaan Kala merekah tepat di depan mata. Tuhan, Kala dibuat jatuh cinta sekali lagi oleh gadis itu. Sangat menyukainya.

“……”

“Nek kamu tak cium oleh nggak, sih??” ujar Kala tiba-tiba.

Jelas terkesiap dengan ucapannya, Nata langsung menjaga jarak dengan Kala. Gadis itu memundurkan badannya meski yang terjadi ia tidak berpindah tempat sama sekali.

“Maksudmuuuu???”

“…...”

Kala masih menatap lurus dan mengunci netra di depannya. Senyuman merekah secara bertahap menandakan dirinya tidak bisa menahan lagi. Hanya angin dari pergerakannya yang dapat Nata rasakan.

Cup.

Kecupan manis berhasil ia daratkan di pipi yang kini kian merona sebab kelakuannya. Meski dalam waktu yang sekejap, jiwa Nata sudah tidak ada di tempat. Ia meluruh secara bertahap.

Gelak tawa Kala lontarkan setelah sadar pipi si gadis benar-benar berubah berwarna merah muda sekarang. Nata tidak sanggup diperlakukan seperti ini, ia menenggelamkan wajahnya di balik badan gemuk si kucing abu-abu, Moli.

“Mas Kalaaaa!” geram Nata yang melihat Kala tidak segera mereda tawa. Ia malu.

“Lucu banget, ya, Tuhan. Aku rasane pengen mokad saiki. Ra kuattt! Hahahah,” balasnya.

Sungguh, itu tadi kecupan pertama yang pernah Nata dapatkan dari laki-laki selain ayahnya. Meski hanya di pipi, ia tidak bisa menahan diri. Dimana Nata yang merasa sok superior? Hilang sudah image itu di depan Kala—dan Tama tentunya.

Tapi siapa pacar pertama Nata? Ya, Kala. Laki-laki itu belum tahu tentang fakta si gadis yang satu ini. Pastilah ia akan bahagia sekali jika mendengarnya.

Namun ada fakta lain yang sama-sama belum diketahui Kala. Memang benar ia adalah pacar pertama Nata, tapi sebelum laki-laki itu, ada laki-laki lain yang sudah tahu sisi lain si gadis. Beruntung untuknya karena bisa melihat sisi itu tanpa harus berjuang menunggu Nata seperti yang Kala lakukan.

Tapi sayang, laki-laki itu sepertinya tidak mengenal di untung. Buktinya saja Nata sudah disia-siakan.

--

--

No responses yet